Perisai Diri didirikan oleh
Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmojo. Putra Raden Mas Pakoe Sudirdjo ini lahir pada tanggal
8 Januari 1913 dalam tembok Paku Alaman. Pemuda ini tumbuh sebagai pesilat, baru berumur
sembilan tahun saja, silat di Keraton Paku Alaman sudah terkuasai.
Soebandiman sadar, dunia
silat bukan cuma sebatas tembok keraton. Setamat HIK pada umur 16 tahun ia meninggalkan
Paku Alaman demi ilmu silat.
Pemuda Soebandiman pergi
menyusuri kota demi kota. Jombang, Solo, Semarang, dan Cirebon adalah tempatnya belajar
silat. Ilmu kanuragan dan ilmu agama diserapnya dari pakar-pakar ilmu tersebut.
Pengalamannya berguru silat
membuahkan tekad besar untuk menggabungkan dan mengolah ilmu-ilmu yang dipelajarinya itu.
Berpindah guru baginya berarti mengetahui hal baru dan menambal yang kurang. Satu
keyakinannya, bila sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari dengan niat baik pula, maka
Tuhan akan menuntunnya mencapai cita-cita, iapun mulai meramu ilmu silat sendiri.
Silat ciptaan R.M.S.
Dirdjoatmojo yang pertama disebarkan dengan membuka perguruan silat Eka Kalbu di Banyumas.
Ditengah kesibukannya melatih dan membina perguruan, ia terus belajar, diantaranya berguru
pada seorang suhu bangsa Tionghoa yang beraliran Siauw Liem Sie yang membuat ilmunya
semakin paripurna.
Pada tahun 1954 R.M.S.
Dirdjoatmodjo pindah ke Surabaya, dibantu seorang muridnya mengadakan kursus pencak silat
yang menandai berdirinya Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri pada tanggal 2
Juli 1955. Teknik Silat yang diajarkan adalah gabungan berbagai teknik beladiri yang ada
di Indonesia.
Kursus Perisai Diri mulai
berkembang, peminatnya bukan sekedar pelajar dan mahasiswa, namun meluas ke kalangan
pekerja, pegawai negeri, swasta, sampai militer. Perisai Diri-pun melebarkan sayap sampai
ke Australia, Belanda, Jerman, Austria, dan Inggris. Menunjukan Silat yang satu ini mudah
dipelajari oleh semua orang, segala usia, dan tingkatan ekonomi, sosial dan bangsa .
Pada tanggal 9 Mei 1983,
R.M.S. Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Tongkat
kepelatihan beralih pada murid-murid utamanya, para anggota pendekar. Untuk menghargai
jasa-jasanya pada tahun 1986 pemerintah RI menganugerahkan gelar Pendekar Purna Utama
untuk guru tercinta ini.
TEKNIK
Perisai Diri merupakan
intisari dari segala ilmu silat yang dimiliki R.M.S. Dirdjoatmodjo. Ilmu silat yang
terdiri atas 19 teknik ini disesuaikan dengan kebutuhan dan anatomi manusia.
Ke-19 teknik tersebut mempunyai ciri tersendiri dalam hal pengosongan,
peringanan dan pemberatan tubuh, gerak merampas dan merusak, menangkis dan mengunci
serangan tangan, kaki dan badan, cara menghindar dan mengelak, gerak lompatan, cara
menolak, menebang dan melempar, gerak mendorong dan menebak, pengaturan napas, penyaluran
tenaga serta penggunaan senjata.
Ke-19 teknik tersebut adalah
Jawa Timuran, Minangkabau, Betawen, Bawean, Cimande, Burung Meliwis, Burung Kuntul, Burung
Garuda, Kuda Kuningan, Lingsang, Harimau, Naga, Satria Hutan, Satria, Pendeta, Putri
Bersedia, Putri Berhias, Putri Teratai, dan Putri Sembahyang.
Perisai Diri juga mengenal
penggunaan senjata. Senjata wajib bagi pesilat PD adalah pisau, pedang, dan toya. Dengan
dasar penguasaan ketiga senjata itu, pesilat PD dapat menggunakan senjata lainnya seperti
pentung, teken, rantai, payung, clurit, trisula, samurai, tombak, golok, kipas, dan lain
sebagainya.
Perisai Diri juga
mengajarkan kerohanian secara bertahap dengan maksud memberi pengertian dan pelajaran
tentang diri pribadi dan manusia pada umumnya. Anggota Perisai Diri diharapkan mempunyai
kepercayaan diri yang kuat, berperangai lemah lembut, serta bijaksana dalam berpikir dan
bertindak. Pendidikan kerohanian ini dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah
pendidikan mental yang mendidik siswa menjadi manusia bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
tangguh, ksatria, dan berbudi luhur. Yang kedua bersumber dari R.M.S. Dirdjoatmodjo untuk
memerisai diri dan lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.
Keseimbangan antara
Pengetahuan silat dan kerohanian akan menjadikan anggota Perisai Diri waspada dan mawas
diri, tidak sombong, dan setiap saat sadar bahwa di atas segalanya ada Sang Pencipta.
Keseimbangan ini akan mengarahkan manusia pada tujuan akhir yang paling luhur, yakni
mengabdi kepada Tuhan Sang Pencipta.
PENDIDIKAN DAN TINGKATAN
Metode pengajaran praktis
pada Perisai Diri dikenal dengan latihan serang hindar. Pada latihan ini dipraktekan
teknik menyerang dan menghindar sekaligus memusnahkan serangan dari berbagai posisi,
jarak, dan kondisi sesaat terhadap lawan pada waktu berhadapan langsung. Sekalipun
berhadapan langsung, kemungkinan cidera amat kecil karena setiap siswa dibekali
prinsip-prindsip dasar dalam melakukan serangan dan hindaran. Resiko kecil pada metode
inilah yang melahirkan motto "Pandai Silat Tanpa Cidera"
Dengan metode dan kurikulum
tertentu, teknik silat Perisai Diri diturunkan dalam lima tahapan, yakni pengenalan,
pengertian, penerapan teknik, pendalaman teknik, dan penghayatan teknik. Untuk itulah
siswa dibebankan atas tingkat-tingkat dasar, keluarga, pelatih, dan pendekar.
No comments:
Post a Comment